Tuesday, May 24, 2011

Puisi-puisi Lailatul Kiptiyah

Artikel berikut menyajikan informasi yang sangat terbaru tentang
. Jika Anda memiliki minat khusus dalam
, maka artikel ini informatif diperlukan membaca.
10 Sebut Tentang Laut

i Tuhan yang pemurah telah menjadikanmu sebentuk wadah menampung gelembung air juga gelombang pasangyang sanggup merauppesisir

ii langit pun riang berkaca padamu maka teranglah biru biru serupa waktu mencumbu dalam matamu

iii jemarimu adalah ombak melepas kesabaran riak meretas beribu tahun jarak

semenjak kau ikhlas terbelah oleh tongkat sebilah

jalan bagi sang mualim membenamkan raja lalim

iv kemudian pagi menjadi lantunan selepas subuh yang kau deburkan sementara ikanikan masih bergelungmenetaskan liur dalam palung

sedang para kepiting dan kerang mengintip dalam remang bayang membasuh mimpimimpi terlarang pada putih cahaya siang

v lalu senja yang kau tunggu memaut selembar ragu ragu yang menjalardi selasar pasirmu

ketika ombak bersandar dengan rindu mendebar di situ

vi hingga petang datang menggelar sebentang remang kau menggigil riuh memanggil

maka turunlah kabut putih pun seketika memaut

vii lalu kunangkunang bertahmid mengitarimu berkumandanglah tabik munzil darimu

viii magrib yang selalu tertib menyapamu seikrab karib gelombangmu susut engkau bersujud

rembulan telah serupa emas engkau pun berkemas ruh cahaya terlepas

ix kini pantaimu senyap bintang menjatuhimu sekejap kerlap relungrelung karang sunyi ombakmu menyusutkan mimpi

Kadang-kadang aspek yang paling penting dari subjek tidak segera jelas. Jauhkan membaca untuk mendapatkan gambaran yang lengkap.

x hingga subuh menggeliat langkahmu pun bersijingkat melarungkan beribu sholawat melabuhkannya ke liang-liang lahat

Jakarta, Desember 2010 (Muharam 1432 H)

Menanti hujan jatuh di kali

dari penghujung pancaroba. dengan terik mencekik dahaga. aku juga ternak lainnya turutmendatangi lubukmu yang telah menyusut

hanya tanah hening dan bebatuan kering. yang telah lamaditinggalkan lumut

kesiur angin mengabarimu. langgam sedih dedaun bambu. danseekor ular hijau meliuk-liuk mencari basah yang tak lagi bersuluk

di lekuk tubuhmu

oh, betapa aku menjadi sedih. seperti kuncup pagi yang tak lagi terkecup bibir kabut. seperti tangan maut yang tiba-tiba merenggut segalayang masih luput.

maka di ambang pagi ini kudatangi lagi lubukmu yang semakinmenyusut

dengan langkah-langkahku yang selamban siput memanggili subuh dengan seribu qunut, agar langit disana segera menimba laut.   Jakarta, Februari 2011 (Shafar 1432 H)

Blitar

buluh bambu berbatang-batang air kali menyengguh akar ilalang maka hijau berlabuh di padang

putik meranti juga kecubung mekar debu-debu terketap di latar di pematang orang-orang berselendang pelangi di ladang sepotong senja bernyanyi

di alun-alun kota sepasang beringin tua melambai pada sais tua yang menghela kuda menuju utara dimana tanah-tanah meninggi memantap diri jadi tangga menuju atap candi

perempuan-perempuan berkebaya dengan selendang terselempang di dadanya menyimpan harum tembang dalam gelungan menggegaskan tapak kakinya yang telanjang menuju selatan dimana angin dan kamboja rekat bercakap di depan pintu pasarehan

kini matahari lingsir di tapal batas pagar rumahku adalah beluntas langkahku menujumu belumlah tuntas

Jakarta, Mei 2011 (Jumadil Akhir 1432 H)

Biodata penulis: Lailatul Kiptiyah lahir di Blitar 20 Juli 1975 kini bekerja di rumah produksi di Jakarta

Semoga bagian di atas telah berkontribusi untuk pemahaman Anda tentang
. Berbagi pemahaman baru Anda tentang
dengan orang lain. Mereka akan berterima kasih untuk itu.

No comments:

Post a Comment