Monday, April 25, 2011

Petani Bawang Keluhkan Jebloknya Harga

Jalan terbaik tindakan untuk mengambil kadang-kadang tidak jelas sampai Anda telah terdaftar dan dianggap alternatif Anda. Paragraf berikut ini akan membantu petunjuk Anda ke apa yang para ahli pikir signifikan.
MOJOKERTO, KOMPAS.com - Petani bawang prei di wilayah Pacet, Mojokerto, Jawa Timur, kini mengeluhkan jebloknya harga yang hanya berkisar Rp 2.000 perkilo. Padahal, sebelumnya harga bawang prei berada pada kisaran Rp 7.000 perkilo.

Selain rendahnya harga bawang prei tersebut, me reka juga mengeluhkan hasil panenan yang kurang baik, karena cuaca buruk dan serangan hama ulat yang merusak senbagian tanaman bawang prei.

"Walaupun sudah bisa dipanen, saya tidak buru-buru menjualnya ke bakul sambil menunggu harganya naik. Kalau sekarang saya jual dengan harga Rp 2.000 perkilo, petani yang rugi," kata Yaud (40), petani bawang prei, Desa Kemiri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, hari Senin (25/4/2011), di Mojokerto.

Yaud ketika ditemui sedang mencabuti daun bawang prei yang menguning, karena rusak oleh hama blorak dan ulat, lebih lanjut mengatakan, serangan hama penyakit blorak dan ulat sampai sekarang ini masih menjadi musuh petani bawang prei. Walaupun sudah diupayakan pembasmian dengan insektisida.

"Panen bulan Februari lalu, hasilnya hanya 7 kwintal dari 2 kedok tanaman bawang prei. Kali ini pun masih ada serangan hama blorak dan ulat, selain cuacanya yang buruk," katanya.

Ia mengatakan, serangan hama dan penyakit serta hujan berpengaruh besar pada tanaman bawang prei yang tidak dapat tumbuh dengan maksimal, sehingga dampaknya memerosotkan hasil panenan.

"Nek sae hasilnya, kalau cuacanya cerah dan panas. Perbatang bibit bawang prei, bisa tumbuh berkembang lebih dari 12 batang bawang prei. Kalau sering kena hujan dan hama penyakit, tanaman bawang prei tidak bisa tumbuh lebat," katanya.

Sejauh ini, kami telah menemukan beberapa fakta menarik tentang
. Anda mungkin memutuskan bahwa informasi berikut ini bahkan lebih menarik.

Riyanti (35), istri Yaud mengatakan, jika cuaca baik dan serangan hama dan penyakit tanaman bawang prei bisa segera diatasi dengan penyemprotan Triget (insektisida), bisa menghasilkan satu ton lebih bawang prei sekali panen.

"Tahun 2008 lalu kami pernah menghasilkan panenan bawang prei lebih dari satu ton, tapi harganya jeblok dan hanya dihargai oleh bakul Rp 900 perkilo," katanya.

Ia mengatakan, menanam bawang prei lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan menanam padi. Pasalnya, tanaman bawang prei hanya butuh waktu dua bulan lebih sepuluh hari sudah bisa dipanen. Sedangkan, tanaman padi butuh waktu 3,5-4 bulan.

"Biayanya pun tidak banyak dan bisa dikerjakan sendiri dari mulai macul sampai tanam dan panen, sehingga tidak perlu bayar ongkos preman (buruh mencangkul/tanam-red)," katanya.

Riyanti menambahkan, kalau tanam padi biayanya cukup besar, selain untuk beli bibit, pupuk, pestisida dan bayar ongkos preman dari mulai tanam hingga panen. "Sekarang ini ongkos tenaga preman setengah harinya Rp 25.000 perorang," katanya.

Sutar (50), petani bawang prei, Desa Sajen, Kecamatan Pacet, Mojokerto ketika ditemui terpisah menyatakan, harga bawang prei yang hanya berkisar Rp 2.000 perkilo sangat tidak menguntungkan petani, sehingga petani yang mulai panen terpaksa menunda panenan sampai harganya membaik. "Petani baru bisa untung kalau harganya berkisar Rp 5.000 perkilo," katannya.

Ia mengatakan, sepanjang cuaca buruk yang terjadi selama lebih dari dua tahun terakhir ini, petani bawang prei tidak pernah bisa menikmati hasil baik. Bahkan cenderung merosot, karena pelbagai fa ktor, termasuk hama penyakit dan hujan.

Dari tujuh petak atau sekitar 1.200 meter persegi tanaman bawang prei, hasilnya tidak lebih dari satu ton. "Padahal kalau panen normal bisa mencapai lebih dari 2 ton," katanya.

Saya berharap bahwa membaca informasi di atas adalah menyenangkan dan pendidikan untuk Anda. Anda proses pembelajaran harus berlangsung - semakin Anda memahami tentang subjek apapun, semakin Anda akan dapat berbagi dengan orang lain.

No comments:

Post a Comment